Rabu, 31 Juli 2013

God's Plan

Sudah dua hari ini aku mengalami keram perut dan tidak bisa tidur.
Penyakit yang selalu datang setiap mendekati jadwal pengumuman lomba di mana aku jadi peserta di dalamnya. Karena keadaanku yang seperti inilah, sering kali aku tidak berani ikut lomba. 
Tapi untuk lomba Bukune bertema "Teen & Young Adult Romance" aku mendapatkan dorongan dan dukungan yang sangat kuat dari suami dan anakku.

Kembali ke tanggal 26 Mei 2013

Aku sedang berada di Banjarmasin saat itu dan sedang
kebingungan dengan naskah yang kena deadline + membantu anak belajar untuk menghadapi ujian semester. Saat itu yang ada di dalam pikiranku, aku tidak berkesempatan lagi mempersiapkan naskah untuk lomba.

Alasan klise? Jelas!
Karena sebenarnya lomba yang diadakan Bukune ini dua bulan loh waktunya. Kalau memang berniat ikut lomba, harusnya kan sudah jauh-jauh hari mempersiapkan naskah dan lain sebagainya.
Kenyataannya, saya tidak memiliki nyali yang cukup besar untuk beradu keberuntungan dan kemampuan di ajang lomba mana pun. Sejujurnya, aku ini termasuk orang yang tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Aku selalu merasa kemampuan yang kumiliki tidak cukup baik. Karena kekuranganku ini, makanya aku sangat menggemari buku-buku motivasi. Tanpa buku motivasi, mungkin aku bakal luruh seperti bunga yang masih kuncup dan tidak sempat berkembang.

Tanggal 25 malam, suamiku, Mr. PW telpon tanya kabarku dan anakku. Lalu tiba-tiba percakapan berubah tanpa bisa kucegah :
PW : "Kamu jadi ikut lomba?"
Me : "Lomba? Lomba apaan?" 
PW : "Itu loh Lomba Bukune, yang pernah kamu tunjukin ke aku"

Sebenarnya, aku tidak benar-benar lupa tentang lomba itu karena beberapa hari sebelumnya, salah seorang teman Kezia Evi Wiadji sudah menyinggung-nyinggung tentang lomba itu. Bahkan Kezia Evi mendorongku untuk ikut lomba itu. Tapi kembali lagi pada ketakutanku yang selalu tidak beralasan dan ketidakpercayaan diriku, malam itu aku mengatakan pada suamiku kalau aku sepertinya tidak akan ikut lomba itu. 

Tahu apa yang dikatakan suamiku?

Tidak perlu memikirkan menang atau kalah. Ikut saja. Anggap saja ini sebagai ujian. Kalau kamu lulus berarti kamu naik kelas. Kalau tidak, berarti kamu harus lebih banyak belajar dan berlatih lagi!

Sesederhana itu?

Aku tetap bersikukuh tidak ikut lomba. Malam itu aku nyaris tidak bisa tidur. Setelah masjid di belakang rumah mengumandangkan adzan subuh sepertinya aku baru tertidur. 

Anehnya, begitu paginya (tanggal 26 Mei 2013) aku bangun dengan perasaan yang mengambang. Setengah sadar, aku membuka laptopku dan mulai meneliti satu per satu folder yang ada di laptop. Aku membuka salah satu folder yang menyimpan satu draft setengah jadi. Aku membaca sinopsisnya dan kemudian membaca pula deskripsi per bab yang pernah kutulis.

Tanpa bisa kucegah, aku mulai menuliskan. Aku mulai menguraikan tiap deskripsi itu, merangkai adegan, membuang adegan yang tidak perlu, mengganti karakter dan lain sebagainya. Dan tahu-tahu sudah dua puluh lima halaman berhasil kutulis ketika Mamaku datang ke kamarku dan memanggilku untuk makan siang.

Tahu apa yang terjadi saat itu? Aku shock! 
Bukannya aku tidak mau ikut lomba? Bukannya ada naskah yang dikejar deadline? 
Bukannya aku mau konsentrasi membantu anakku belajar? 
Dan bukannya di rumah Banjarmasin tidak ada printer? Dan dalam waktu tiga jam lebih ada 25 halaman yang berhasil kutulis? Gila!

Setengah ling-lung aku menyusul Mamaku sampai-sampai Mama keheranan dan beranggapan kalau aku kebanyakan nulis makanya terlihat seperti orang ling-lung yang kehilangan akal sehat ... hahaha

Audi, anakku, pulang sekolah. Aku masih sempat bertanya tentang pelajaran sekolahnya. Lalu kami juga masih main-main, nonton televisi, ngobrol ngalor-ngidul nggak jelas juntrungannya. Eh tahu-tahu, Audi malah menyuruhku menulis lagi.

"Masih sempat, Mama. Pasti Mama bisa."

Sederhana. Tapi kalimat itu sangat ajaib. Aku langsung menelpon suamiku detik itu juga dan mengatakan kalau akan ikut lomba. Dan suamiku menyanggupi akan mensupport sepenuh hati. 

Begitu telpon berakhir, aku kembali menulis. Setiap selesai 4 bab, aku langsung mengirimkan tulisanku ke email suamiku untuk dibaca dan diberi masukan. Terus seperti itu. Aku menulis dan menulis. Rasanya seperti melayang. Yang kulakukan saat itu hanyalah mengosongkan pikiranku dan membiarkan hatiku yang berbicara. Untaian Allah bergema di dalam kepala, di hati, di ruang hampa di mana tubuhku berada.

Sumber Gambar : www.idlehearts.com
Jadikan semuanya baik, Ya Allah. 
Apa pun yang terjadi, TERJADILAH!
Hanya rencanaMU yang indah bagiku.

Naskah akhirnya selesai tanggal 30 Mei 2013 malam. Aku masih menyempatkan membacanya sepanjang malam itu hingga akhirnya aku tertidur. Jam 11 siang, aku baru terbangun. Itu pun karena Mama yang membangunkanku dengan cara yang luar biasa.



KEAJAIBAN PERTAMA TERJADI!

Tahu apa yang dilakukan Mamaku?

Mama memukul punggungku keras sekali, berulang-ulang. Gumamanku yang mengatakan 'IYA' tidak dipedulikannya. Mama terus memukul sampai aku terduduk dengan kepala pusing hebat.

"Ayo! Katanya mau kirim naskah!"

Hei! Mama tahu dari mana aku harus mengirim naskah hari ini? Rasanya aku tidak bercerita ke Mama.
Ternyata Audi yang memberikan pesan pada Mamaku sebelum anak itu berangkat ke sekolah. 
Sayangnya, apa yang terjadi hari itu nyaris membuatku frustasi.

Di rumah Banjarmasin memang ada dua buah sepeda motor yang bisa dipakai. Satu sepeda motor milik Mamaku dan biasanya digunakan Mama untuk mencari barang kebutuhan bengkel dan harus ready kapan saja dibutuhkan. Satu sepeda motor lagi, yang biasa kugunakan, ternyata dipinjam saudara Papaku.

Jalan kaki? Rumahku bukan daerah kampus atau pun daerah sekolahan. Mencari warnet di sekitar rumahku ini termasuk susah.

KEAJAIBAN KEDUA TERJADI!

Mulai jam sebelas itu bengkel Papa kosong sehingga tidak ada mobil yang harus diperbaiki. Itu artinya Mama tidak perlu menggunakan sepeda motornya. Mama langsung menyerahkan kunci motor dan menyuruhku bergegas. Awalnya, aku mau pergi ke daerah Universitas Lambung Mangkurat di daerah Kayu Tangi, dan itu jauh sekali dari rumahku. Untungnya adikku memberi informasi kalau di kampung belakang, ada satu warnet. Tapi dia tidak tahu apakah di sana ada fasilitas print atau tidak.

Aku bergegas. Dan aku lupa kalau tanggal 31 Mei 2013 itu adalah Hari JUMAT!
Biasanya, Hari Jumat di Banjarmasin, adalah hari kerja setengah hari. 
Itulah yang terjadi. Begitu aku tiba di depan warnet. Warnetnya sudah tutup. Kalau aku nekat pergi ke Kayu Tangi, hasilnya pasti sama saja, pada tutup karena harus pergi JUMATAN.

Sepeda motor yang sudah kumatikan terpaksa kunyalakan lagi. Aku memutar sepeda motorku dan hendak meninggalkan halaman warnet itu ketika pintu warnet terbuka dan seorang laki-laki berusia sekitar dua puluh lima tahunan keluar.

KEAJAIBAN KETIGA TERJADI!

Laki-laki itu bertanya dan aku mengatakan hendak print naskah yang harus dikirim hari ini. 
Tahu apa yang dilakukan oleh laki-laki itu?
Ia kembali membuka pintu warnetnya lebar-lebar, menyuruhku masuk, menyalakan komputer server.

"Mbak print sendiri aja dulu. Kertasnya ada di sini. Tinta printernya baru saja kuisi tadi pagi. Jadi sepertinya lebih dari cukup kalau cuma untuk print 150 halaman. Silakan ya, aku tinggal Jumatan dulu!"

Aku tidak kenal laki-laki itu. Tapi bisa-bisanya ia memercayakan usahanya padaku dan membiarkanku berada di dalam warnet itu sendirian. 

Satu jam kemudian, laki-laki itu kembali. Aku juga sudah selesai nge-print semuanya. Syukur tak terhingga terucap di dalam hati. Keajaiban ini, bagaimana melukiskannya?
Tapi lagi-lagi sport jantung tidak berhenti di situ saja.

Naskah harus dijilid rapi kan, ya? Dan ini hari Jumat. Lima fotokopian yang menyediakan jasa jilid tutup. Aku mulai panik. Sudah jam dua. Karena aku pikir sudah tidak ada harapan, aku memilih pulang. Tapi baru sampai di depan pagar, Audi mencegatku dan mengatakan kalau ada temannya yang orang tuanya buka usaha fotokopian dan penjilidan.

KEAJAIBAN KEEMPAT TERJADI!

Aku dan Audi pergi ke rumah temannya itu. Mengetuk pintu toko yang tutup dan mereka mau membantu untuk menjilidkan naskahku.

Tepat jam 4 sore, aku sudah duduk di kantor TIKI. Naskah pun terkirim. 
Setelahnya, aku berusaha tidak berharap dan menyerahkan hasilnya pada Sang Pemilik Rencana Terbaik.

Sayangnya, 10 hari sebelum pengumuman, aku kembali digeber rasa takut. Aku tidak berharap. Nyatanya aku berharap. Aku tidak yakin naskah yang dikerjakan cuma dalam waktu 4 hari bisa menghasilkan sebuah naskah bagus. Aku benar-benar tidak yakin. Tapi nyatanya aku berharap naskahku lolos.

Dua hari ini aku tidak bisa melakukan apa pun. Cuma baringan, membaca, merasakan perut keram. Bahkan sejak tadi pagi, kedua tangan dan kedua kakiku ikutan keram. 

Terlalu lebay? *Hahaha... inilah yang dikatakan suamiku. Terlalu bersikap berlebihan dalam menanggapi atau menghadapi suatu perkara. Kebiasaan buruk yang sampai hari ini belum bisa kuhilangkan*

Dan di sinilah aku pada akhirnya. Duduk di depan laptop yang terbuka dengan pandangan nanar dan airmata yang terus turun. Aku belum melihat sendiri pengumumannya. Aku tidak berani. Tapi ucapan bertubi-tubi, sms, message di inbox FB dan message di BB memastikan ada namaku di 20 naskah yang akan kembali di seleksi tanggal 15 Agustus 2103 nanti.

Bahagia? TENTU SAJA AKU BAHAGIA!
Takut? JELAS! Karena aku harus kembali mengalami masa-masa penantian dengan jantung berdebar dan perut keram.

Aku menulis ini bukan karena ingin menunjukkan kemampuanku. 
Tidak! Aku masih belum ada apa-apanya. Aku masih harus belajar banyak. Aku masih harus berlatih tanpa putus asa. Aku juga masih harus bekerja lebih keras lagi.

Tapi, aku ingin berbagi kenyataan. Kalau di dalam kehidupan ini, selalu ada KEAJAIBAN! Hal-hal sederhana yang sering kali luput dari perhatian kita dan tidak bisa dicerna secara logika.
Dan satu hal terpenting TUHAN selalu memiliki rencanaNya sendiri bagi masing-masing dari kita.

Jadi untuk seleksi selanjutnya ....

TERJADILAH SESUAI DENGAN RENCANAMU, YA TUHAN.
Rencana yang pastinya baik untukku.


Sumber Gambar : dok. pribadi


Jakarta, 31 Juli 2013
Thanks Allah karena sudah melimpahi kebaikan dan kebahagiaan seindah ini
Thanks Bukune karena sudah membuka pintu kesempatan bagiku untuk mengambil sedikit peran kecil dalam kompetisi ini.
Dan aku akan melakukan yang terbaik dalam masa tenggang waktu yang diberikan sebelum naskah kembali dikirimkan. (NOTE : Dan semoga aku tidak mengulangi kesalahan yang sama, mengirimkan naskah mepet tanggal ... hehehe)

2 komentar:

  1. seru banget! :) Tuhan memang maha kuasa...
    mepet is the best, nik... hehehee.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... kebiasaan buruk itu cc. Sukanya mepet-mepet.
      Maunya berubah, tapi tetap aja susah. Karena semakin mepet semakin mules biasanya... hahahaha

      Hapus