|
Sumber Gambar : flexmedia.co.id |
Ada
satu titik di mana aku merasa tak berdaya.
Satu
titik di mana aku harus mengakui kesalahan-kesalahan yang sebenarnya bukan
salahku.
Aku
yang selama ini hidup dengan caraku, menjunjung kejujuran dan keadilan yang
selalu menjadi pegangan hidupku, nyatanya cara hidupku yang seperti itu
sepertinya menyesatkanku pada suatu keangkuhan hati.
Ribuan
pertanyaan berulang di dalam hatiku, di dalam kepalaku
Apa
salahku?
Di
bagian mana aku salah?
Memangnya
apa yang sudah kulakukan?
Dalam
gema takbir yang
berkumandang memenuhi udara, aku termenung dalam tafakur yang
begitu menyesakkan. Aku menangis. Aku berteriak histeris. Aku membenci keadaan
yang memaksaku untuk mengalah.
Ke
mana Tuhan yang selama ini kujunjung?
Ke
mana Tuhan yang katanya tak pernah meninggalkan umatNya yang bersandar penuh
padaNya?
Di
mana keadilan Tuhan bagi makhluk-makhluk yang menyandarkan hidupnya padaNya?
Lalu
tiba-tiba semuanya gelap
Aku
terkurung dalam ruang hampa tak bertepi
Kepanikan
nyaris membuatku gila
Aku
tak dapat bergerak
Aku
hanya bisa terdiam
Tiba-tiba
takbir yang sedari tadi riuh mendadak hening
Hening
Hanya
hening
Dan
aku melihat sebuah pohon besar yang sangat rindang. Pohon yang berdiri di
sebuah padang lapang yang sangat luas. Hanya pohon itu dan aku. Tidak ada apa
pun lagi selain itu.
Aku
berjalan perlahan mendekati pohon itu
Lingkar
batang pohon itu sangat besar, ulir-ulir pada batangnya terlihat jelas bagai
guratan yang dibuat entah dalam masa yang telah hilang berapa lama
Dahan-dahan
dan ranting mencuat ke segala arah. Di setiap bagiannya, dipenuhi dengan
dedaunan yang sangat hijau. Kehijauan yang belum pernah kulihat di mana pun di
muka bumi ini.
Dengan
ketakutan yang memenuhi hati, aku mengulurkan tangan kananku, menyentuh batang
pohon yang begitu keras dan terasa kasar di telapak tanganku.
Bagai
slide film yang berhenti mendadak, aku berpindah tempat.
Aku
masih berada di dekat pohon itu
Tapi
langit yang tadinya biru tak lagi biru
Kepekatan
mengubah warna langit menjadi begitu mengerikan
Angin
yang tadinya sepoi-sepoi berubah rupa
Kali
ini, bagai menerjang begitu hebat dalam gulungan guruh yang memekakkan telinga
Aku
melingkarkan kedua tanganku untuk memeluk batang pohon itu
Bertahan
dalam deru angin dan badai
Berpegangan
pada ketakutan yang menyesakkan
Kamu
tahu apa yang kulihat?
Ketika
badai dan angin yang begitu dahsyat menghantam pohon itu, pohon itu sama sekali
tak melawan. Ia hanya menggerakkan batang, dahan dan rantingnya mengikuti
ayunan angin.
Bahkan
dedaunannya yang rimbun bagai menari di tengah terpaan angin yang seolah ingin
meluluh lantakkannya.
Sedikit
pun tidak ada perlawanan.
Sedikit
pun tidak berusaha melakukan apa pun
Begitulah
cara pohon itu bertahan
Karena
jika ia melawan, maka ia akan mematahkan beberapa dahannya
Jika
ia tak mengikuti keinginan badai, maka ia akan melukai batang dan meluruhkan
daunnya
Kalau
hal itu sampai terjadi, lalu apa?
Masihkan
pohon itu bisa berdiri di tengah padang itu sendirian?
Lagi-lagi,
aku terpaku ketika slide berputar dalam kecepatan yang memusingkan
Apa
yang ada di depan mataku berganti. Namun aku berada di tempat yang sama
Aku
masih berada di bawah pohon dengan kedua tangan yang memeluk batang pohon itu
sekuat tenaga. Nyaris tidak bergerak. Hanya mengigil dalam ketakutan yang tak
kumengerti
Kali
ini langit biru kembali terlihat menaungiku
Sepoi
angin terasa lembut membelai
Hangat
matahari menerpa punggungku
Dan
aku tercengang di detik ketika aku menengadahkan kepalaku
Ada
beberapa ekor burung yang bertengger di dahan-dahan pohon yang ada di atas
kepalaku
Beberapa
di antaranya terlihat sedang sibuk mematukkan paruhnya yang tajam ke
dahan-dahan pohon itu. Melukai. Mencari makanan.
Dan
aku lebih tercengang saat aku menundukkan kepalaku
Ada
banyak sekali hewan melata yang bersembunyi di kaki pohon
Ribuan
cacing yang melubangi akar-akarnya
Ada
ular yang membangun sarang di sela-selanya
Bahkan
ada ribuan hewan melata menakutkan dengan ukuran raksasa yang ternyata hidup
dari mengisap sari pohon itu.
Apa
yang dilakukan pohon itu?
Pohon
itu memberikan segalanya
Membiarkan
semua mahluk mengisap sarinya
Sedikit
menyakitkan memang, namun akan semakin membuatnya kuat
Ketika
ia memberikan segala yang dibutuhkan, ia tidak sedikit pun merasa kekurangan
Ia
memaafkan, ia memberikan
Ia
hanya terus menancapkan akarnya semakin dalam sebagai penopang
Ia
tahu dengan cara itulah ia bertahan hidup
Ia
hanya perlu memberi tanpa perlu meminta balas
Karena
Tuhan sudah dengan sangat adil memberikan balasan baginya
Cacing-cacing
dan binatang melata yang menggerogotinya, yang meninggalkan lubang luka di
sekujur akarnya, ternyata menjadi saluran air kehidupan yang memenuhi dirinya
Berdenyut
dengan nyaman dalam sekujur pembuluh nadi di dalam tubuhnya
Membantu
mengalirkan kehidupan hingga ia bisa terus menikmati sepoian angin, menikmati
ayunan badai dan bermandikan sinar matahari yang menghangatkannya setiap hari.
Aku
tergugu!
Dalam
kelebatan putaran waktu yang mengembalikanku ke dunia nyata
Di
sinilah aku berada
Terduduk
dalam kamar yang gelap gulita
Dengan
sajadah yang sudah basah oleh air mata
Dalam
balutan mukena yang melingkupi bagai tangan kasih yang tak terlihat mata
Aku
terbuai dalam kesadaran baru
Dalam
tangis yang tak lagi menyesakkan
Karena
kini aku lega
Kini
aku tahu
Begitulah
cara pohon itu hidup
Pohon
yang hidup hingga ribuan tahun
Label: Catatan Hati